Minggu, 30 September 2012

Meniru Kukang

     Kukang adalah salah satu primata yang tersebar cukup luas, muali dariu semenanjung Malaya, Sumatra dan pulau di sekitarnya, Kalimantan hingga ke Pulau Nusantara. Satwa ini ditemui hingga ketinggian 1.300 mdpl di Gunung Sinabalu, Sabah, Malaysia. Kukang memiliki rambut yang tumbuh sangat lebat dan halus. Warna rambut sangat bervariasi, mulai dari kelabu keputihan, kecoklatan hingga kehitam-hitaman.
     Pada punggung terdapat garis coklat melintang di bagian belakang tubuh hingga dahi. Garis coklat tersebut bercabang ke dasar telinga dan mata. Pada bagian mata rambut coklat ini berbentuk bundar atau oval hingga menyerupai kacamata. Panjang tubuh termasuk kepala sekitar 190-275 mm untuk betina dewasa dan jantan sekitar 300-380mm. Ekornya pendek dan melingkar panjangnya antar 10-25 mm. Berta tubuh untuk jantan dan betina dewasa antara 375-900 gram.
     Gerakan primata ini sangat lamban dengan menggunakan anggota tubuhnya untuk berpindah dari dahan ke dahan dengan cara menggantung. Pada saat bergerak di malam hari, kukang jantan menandai dengan air kencingnya pada pohon yang dilalui untuk daerah teritorialnya (kekuasaan). Kukang aktif di malam hari (nocturnal) dan hidup di pohon. Pada siang hari tidur di cabang-cabang pohon, tetapi tidak membuat sarang. Cara tidurnya melingkar dengan kepala tersembunyi di antara kedua kakinya.. Dia hewan liar yang lebih suka menggulung diri , menyembunyikan mukanya, menghindar dari manusia.
       Satu hal penting yang perlu kita pelajari dari kehidupan kukang adalah bagaimana kukang jantan berkompetensiuntuk mendapatkan kukang betina. Kalau biasanya sesekor binatang harus bertarung hingga berdarah-darah untuk merebutkan betina. Mereka berlomba kecepatan untuk berlari samapai ke garis finis (dahan di mana sang betina bergelantung menanti kukang jantan). Ketika  kukang jantan berhasil meraih ranting sang betina, maka kukang jantan yang mengikuti pertandingan akan menghentikan perebutannya.
       Mereka berbesar hati menerims kekalahan itu, "tanpa darah", "tanpa hujatan", "tanpa balas dendam". Ini seperti dalam film "Kung Fu Panda" di mana master Oogway tidak membiarkan makhluk sakti Thai Lung untuk memiliki mantra sakti Dragon Hero. Thai Lung kalah dalam pertandingan itu dengan frustasinya dia mengoceh: "Kamu hanyalah seekor panda gendut. Bagaimana mubgkin kamu bisa mengalahkan aku?" Dalam keadaan sempoyongan dia masih merasa dirinya lebih berhak atas kemenangan itu. Dan benar apa yang dikatakan master Oogway bahwa " kerendahan hati adalah salah satu tanda dari seorang ksatria". 
      Orang-orang yang memiliki kebesaran hati, selalu memiliki ruang untuk merendah. Sebab mereka tahu bahwa dengan kerendahan hati tidak menjadikan harga dirinya rendah. Sebaliknya jika hati kita terlalu tinggi maka sangat sulit bagi kita untuk mengakui bahwa orang lain memang lebih baik dari kita. 
      Pada kenyataannya kita sering meninggalkan apa yang disebut kebesaran hati untuk menerima kekalahan. Tidak dapat terpungkiri bahwa kehidupan kita menyeruapai arena penuh persaingan. Memang adakalanya benturan-benturan kecil ataupun besar datang dalam kehidupan kita, tak jarang kita bertemu dengan orang-orang yang bersifat negatif. 
     Ada sebuah kisah dari www.pembelajar.com: seorang guru yang memberikian tugas cukup unik kepada anak didiknya untuk pelajaran budi pekerti. Hari itu siswa kelas 3 SD diminta memasukkan kentang ke dalam kantong plastik, sesuai dengan jumlah orang yang btidak disukai. jika siswa membenci banyak orang, maka smakin banyak pula kentang yang ia masukkan ke dalam plastiknya.
     Tugas selanjutnya dalah para siswa diwajibkan membawa kentang-kentang tersebut ke mana pun mereka pergi selama satu minggu. Hari pertama, kedua, dan ketiga siswa masih belum banyak mengeluh, tetapi menginjak hari ke-4 sampai hari ke-6 hampir seluruh siswa itu mengeluh karena merasa sangat tersiksa membawa beban yang cukup berat apalagi kentang-kentang itu membusuk dan berbau. Setelah satu minggu kentang-kentang itu dilepaskan dan murid-murid merasa lega.
      Kisah tersebut mengisyaratkan alangkah ruginya menyimpan rasa sakit hati terus-menerus karena menyebabkan tubuh kita menjadi cepat letih dan sakit. Menyimpan rasa sakit hati dapat menghambat upaya kita mencapai tujuan-tujuan yang lebih tinggi dan usaha-usaha untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Sebaliknya, jika kita berbesar hati melepaskan sakit hati itu, maka kita akan lebih mudah memetik manfaat darinya meskipun usaha itu tidak mudah.
    Kunci utama dalam melepaskan sakit hati adalah MEMANDANG PERSOALAN DENGAN JERNIH TANPA HARUS DIKOTORI OLEH PERASAAN IRI, DENGKI, SIRIK, PELIT, DAN CULAS.

Rabu, 26 September 2012

Tips Cantik

Hai Wanita cantik! Apa kabarmu hari ini?

semoga selalu dalam lindungan Allah Swt

Bagaimana dengan iman Anda? InsyaAllah bertambah kecintaan kita untukNya


Sebagai wanita muslimah kita tidak boleh melupakan perintah Allah Swt. untuk menutup aurat. Mungkin, dari kalian para akhwat ada yang belum paham tentang aurat? ini dia uraiannya:
Aurat (Arab: عورة, transliterasi: Awrat) adalah bagian dari tubuh manusia yang diharamkan untuk dilihat dan dipegang. Nah, untuk kita kaum hawa auratnya adalah seluruh tubuhnya, kecuali kedua telapak tangan dan muka. Seperti apa yang disabdakan oleh Rasululloh SAW terhadap putri Abu Bakar ra:

Wahai Asma’ sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haidl) maka tidak boleh baginya menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini, seraya menunjukkan wajah dan telapak tangannya.” (H.R Abu Daud dan Baihaqi)

Nah, jelas dalam hadits tersebut seorang wanita hanyalah boleh menampakkan muka dan telapak tangannya, tetapi itu tidak berarti mereka hanya asal berpakaian yang penting  hanya dua hal itu yang terlihat.
Ada Ayat Al Quran yang menjelaskan tentang ini. Allah Swt. berfirman yang artinya:

“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang-orang mukmin : Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal dan oleh karenanya mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha  Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Qs. Al-Ahzab: 59).

 Jilbab dalam bahasa Arab berarti pakaian yang menutupi seluruh tubuh (pakaian kurung). Pakaian kurung itu bukan pakaian yang "pas bodi minimalis" atau jeans Changcuters.

Perlu dibedakan loh antara berjilbab dengan berkerudung. Berjilbab itu kita menutup semua anggota tubuh kita kecuali yang boleh terlihat. Kalau berkerudung adalah menutup kepala dengan kain. dalam hal berkerudung ini juga ada penjelasannya loh. Berikut kutipan arti ayatnya:

“…. hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya” (QS. An-Nuur: 31)

nah itu berarti kerudung yang digunakan itu harus dijulurkan hingga ke dada, tidak diikat ke belakang, kerudung juga harus lebar menutupi dada.


Semoga yang sedikit ini dapat bermanfaat!!!!!

------Tidak ada yang sempurna kecuali Allah Swt.-----------

Berusaha untuk memperbaiki diri menjdi yang lebih baik (kata yang nulis ini). hiks hiks








Sabtu, 15 September 2012

Pilih Mana?

VS


Bagaimanakah dengan Anda? hmmm, lihat saja indah mana?
sebagian remaja kita lebih memilih untuk pacaran ketimbang taaruf. jika ditelaah lebih dalam lagi, taaruf itu lebih indah dari pacaran, walaupun keduanya memiliki tujuan yang sama "untuk saling mengenal satu sama lain.

Sebuah hubungan pacaran tidak "afdhol"tanpa adanya aktivitas-aktivitas seksual atau percumbuan yang dipengaruhi oleh media massa yang telah nyata melanggar norma agama, di Indonesia masih terjadi dan dilakukan secara turun-temurun dari generasi ke generasi.
Dalam hubungan pacaran, belum tentu si pacar kita kelak menjadi suami kita. sungguh rugi bagi kaum wanita. Tegakah kita terhadapnya (kaum laki-laki) yang menjadi suami kita. Apakah kita akan menyuguhkan teh yang telah diminum oleh orang lain?". Begitu juga dengan laki-laki. Apakah kita akan menghianati wanita yang menjadi pendamping kita makhluk yang paling indah diciptakan olehNya. Astaghfirullohaladzim (ampuni segala dosa hambaMu Ya Alloh).
Begitu indahnya taaruf. Subhanalloh

Islam telah menganjurkan bagi kita kaum muslim untuk berkenalan melalui taaruf. Dengan taaruf kita menjadi aman (IsnyaAlloh) terhindar dari sakit hati, dan tanpa sentuhan nafsu. Taaruf berlaku bagi mereka yang sudah siap untuk menempuh kehidupan baru. Alloh begitu sayang kepada umatnya, Dia tidak ingin kita bersedih, karena cinta merupakan anugerah yang Dia berikan untuk umatNya. Dia ingin menjaga umatnya dari zina. Subhanalloh.
Begitu sayangnya Engkau kepada umatMu.






Rabu, 05 September 2012

PEREMPUAN-PEREMPUAN PERKASA


FEMINISME DALAM PUISI PEREMPUAN-PEREMPUAN PERKASA  KARYA HARTOYO ANDANGJAYA
Musalmah Miftachurizqi (092110176-VIE)

Kita dipaksa “meng-iya-kan” sesuatu atas adanya kuasa atau power kuasa bergerak dalam relasi-relasi dan efek kuasa didasarkan bukan oleh orang yang dipaksa meng “iya”kan keinginan orang lain, tapi dirasakan melalui ditentukannya pikiran dan tingkah laku. Dan hal ini mengarah bahwa individu merupakan efek dari kuasa. (Naffine)

Di Indonesia feminisme sedang berkembang dibicarakan. Feminisme sejatinya adalah emansipasi yang memberikan kebebasan terhadap wanita untuk melakukan apa pun yang menjadi kebebasannya.
Tidak dipungkiri kehadiran kaum perempuan telah memberikan warna tersendiri bagi dinamika kehidupan itu sendiri, kendati sumbangsih mereka lebih sering diklaim tidak sedasyat dengan apa yang telah diraih kaum laki-laki. Dalam masa modern masih ada pihak ataupun perlakuan yang menempatkan kaum perempuan hanya sekedar sebagai pelengkap kalau enggan disebut sebagai masyarakat kelas dua.
Di awal abad modern, citra dan kedudukan perempuan tidak pernah dianggap setara dengan laki-laki. Perempuan disamakan dengan budak dan anak-anak, dianggap lemah fisik ataupun akalnya. Paderi-paderi gereja menuding perempuan sebagai pembawa sial dan sumber malapetaka, penyebab kejatuhan Adam dari surga.
Senada dengan itu, J. J. Rousseau menggambarkan perempuan sebagai makhluk yang tolol, sembrono dan dilahirkan untuk melengkapi laki-laki . Termasuk Declaration of the Right of Man and of the Citizen yang menjelaskan tentang kewarganegaraan Perancis pasca revolusi 1789, ditengarai gagal memberikan status yang sah terhadap perempuan.
Puisi Perempuan-perempuan Perkasa karya Hartoyo Andangjaya memperlihatkan pada kita pola pikir yang menyatakan bahwa peran wanita hanya sebatas dapur, sumur, kasur, mengurus keluarga adalah kurang tepat adanya.  Bammelen (2002) juga menyatakan ada beberapa ciri gender yang diletakkan oleh masyarakat pada pria dan wanita. Wanita memiliki ciri-ciri lemah, halus atau lembut, emosional. Pria memiliki ciri-ciri kuat, kasar, rasional. Dalam aplikasinya peran wanita sesuai gender adalah ibu rumah tangga yang berfungsi sebagai tenaga kerja domestik yang mengurusi rumah tangga. Pria secara otomatis akan berperan sebagai kepala rumah tangga yang menjadi tenaga kerja publik sebagai pencari nafkah.
Melalui penyimbolan, puisi ini mengajak kita untuk meneropong ketimpangan sosial yang ada antara laki-laki dan perempuan. Ketimpangan itu nampaknya ditepis dengan bait-bait puisi berikut:
Perempuan-perempuan perkasa yang membawa bakul di pagi buta, dari manakah  mereka
Ke stasiun mereka datang dari bukit-bukit desa
Sebelum peluit kereta api terjaga
Sebelum hari bermula pada pesta kerja
Perkasa merupakan kata yang mampu memberikan gambaran kepada kita bahwa perempuan bukanlah kaum lemah, tetapi mereka juga bisa berdiri dengan kaki mereka. Berangkat pagi dari desa mereka untuk menjajakan jualannya.
Perempuan –perempuan perkasa yang membawa bakul dalam kereta, ke manakah mereka
Di atas roda-roda baja mereka berkendara
Mereka berlomba dengan surya menuju gerbang kota
Merebut hidup di pasar-pasar kota
Perempuan-perempuan itu menggunakan kereta untuk sampai ke pasar. Mereka tidak ingin terlambat dalam menjajakan jualannya itu.
Perempuan-perempuan perkasa yang membawa bakul di pagi buta, siapakah mereka
Mereka ialah ibu-ibu berhati baja, perempuan perkasa
Akar-akar yang melata dari perbukitan turun ke kota
Mereka: cinta kasih yang bergerak desa demi desa
Mereka ialah ibu-ibu berhati baja, perempuan-perempuan perkasa. Jelaslah itu merupakan penunjukkan eksistensi wanita dalam kehidupan.

Nilai positif yang dapat diraih dari bait-bait puisi ini adalah jangan memandang setengah mata terhadap perempuan dan jangan berani terhadap perempuan. Nilai semacam ini yang harusnya disampaikan pendidik untuk memperbaiki moral anak bangsa. Dengan menilik realita, banyak anak di zaman sekarang ini yang berani terhadap ibunya.
Peran perempuan di dalam rumah juga tidak luput dari mereka perempuan-perempuan perkasa. Mengurus rumah tangga sama merepotkannya seperti kaum laki-laki yang bekerja kantoran. Bahkan, jika dilihat secara mendetail tugas perempuan sangat berat. Kiranya kita patut memberi acungan jempol kepada mereka. Tidak salah jika sebagian dari kita mengatakan bahwa kesuksesan kaum laki-laki tidak terlepas dari perempuan.

Selasa, 04 September 2012

Ki Panji Kusmin

Pandjikusmin lahir dari keluarga Islam. Nama Kusmin diambil dari nama ayahnya saat kecil, sementara Pandji nama kakeknya dari pihak ibu. Ayahnya menikah lagi dalam pengungsian pada 1945, di Malang. Sejak berumur lima tahun, ia ikut ibu tiri. Ibu tirinya adalah seorang Protestan. Ia disekolahkan di sekolah Kristen di Malang dan oleh ibunya dan dididik sebagai Protestan.
Semasa sekolah dasarnya di Malang, ia sering tak naik kelas. Tingkah lakunya bandel, sehingga ibu tirinya mengirim ke Asrama Katolik Boro di Kulonprogo, Yogya. Selama tiga tahun dia diasuh oleh Pastor Harsosusanto dan Bruder Themoteus. Di sinilah ia kemudian dibaptis menjadi seorang Katolik. Setamat SD di Bruderan Boro, Kulonprogo, ia melanjutkan studi ke SMP Kanisius Salatiga.
Tahun 1956, lulus dari SMP Kanisius, ia pergi ke Semarang. Di Semarang, ia masuk SMA Protestan—yaitu SMA Masehi, tapi ia tetap Katolik. Beberapa bulan kemudian, ayahnya, yang telah menetap di Jakarta, menikah kembali. Ibu tirinya meninggal. Upacara pernikahan secara Islam ini mengetuk hatinya. Penghulu dan doa-doa yang dibaca membuat ia terkenang akan masa kecilnya. Sejak itu, Ki Pandjikusmin memutuskan kembali masuk Islam. Ia meninggalkan SMA Masehi Semarang, lalu akhirnya pindah ke Akademi Pelayaran Nasional. Selama enam tahun ia menjalani wajib dinas di Jakarta.
Setelah heboh cerpen Langit Makin Mendung, Ki Pandjikusmin ternyata masih mengirim naskah ke Horison. Pada 1970, ia mengirim cerpen berjudul Petasan dalam Sampah. Naskah itu tidak dimuat karena tidak lolos kriteria Taufik Ismail. “Kalau saya jadi redaktur Sastra, Langit Makin Mendung pun tidak saya loloskan. Itu cerpen jelek. Metafora Ki Pandjikusmin sangat sederhana dan kekanakan. Tuhan melayang di atas, memakai kacamata seperti orang tua. Imajinya begitu miskin,” tutur Taufiq kepada Dharmawan Sepriyossa dari TEMPO. Pada 20 Oktober 1971, sang pengarang misterius mengirim cerpen berjudul Dia Tidak Tidur. Yang ini dimuat di Horison edisi Desember 1972. Bila kita tilik alamat suratnya, kini ia berpindah lagi, yaitu Jalan Perhutani I Jalan Rajawali 40 Surabaya. Jadi, semenjak 1967, berdasarkan surat-surat lusuh itu, Ki Pandjikusmin tampaknya telah berpindah empat kali: Jakarta, Probolinggo, Singapura, dan Surabaya.

Integrasi dan Interferensi dalam Bahasa Indonesia


Interferensi dan Integrasi
A.      Interferensi
            Pengertian interferensi menurut para ahli di bidang sosiolinguistik:
            Menurut pendapat Chaer (1998: 159) interferensi pertama kali digunakan oleh Weinrich untuk menyebut adanya perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur yang bilingual. Peristiwa interferensi merupakan penyimpangan dalam penggunaan suatu bahasa dengan memasukkan sistem bahasa lain, juga penggunaan klausa dari bahasa lain dalam suatu kalimat.
            Menurut Hartman dan Stonk dalam Chair (1998: 160) interferensi terjadi akibat terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa ibu atau dialek ke dalam bahasa atau dialek kedua.
            Abdulhayi (1985: 8) mengacu pada pendapat Valdman (1966) merumuskan bahwa interferensi merupakan hambatan sebagai akibat adanya kebiasaan pemakai bahasa ibu (bahasa pertama) dalam penguasaan bahasa yang dipelajari (bahasa kedua). Sehingga terjadi transfer antara kedua bahasa tersebut.
            Jendra (1995: 187) menyatakan bahwa interferensi sebagai gejala penyusupan sistem suatu bahasa ke dalam bahasa lain.
Menurut  Yusuf ( 1994: 67) faktor utama yang dapat menyebabkan interferensi adalah perbedaan antara bahasa sumber dan bahasa sasaran. Perbedaan itu tidak hanya dalam struktur bahasa melainkan juga keragaman kosakata.
            Ada tiga ciri pokok perilaku atau sikap bahasa yang dikemukakan oleh Bawa (1981: 8) yaitu:
1.    Language loyality, merupakan sikap loyalitas/ kesetiaan terhadap bahasa;
2.    Language pride, merupakan sikap kebanggaan terhadap bahasa;
3.    Awareness of the norm, merupakan sikap sadar adanya norma bahasa.
Jika wawasan terhadap ketiga ciri pokok atau sikap bahasa itu kurang sempurna dimiliki sseorang, berarti penutur bahasa itu bersikap kurang positif terhadap keberadaan kebahasaannya. Hal seperti ini yang menjadi latar belakang timbulnya interferensi.
Menurut Jendra (1991: 105) ada tiga unsur pokok pembangun interferensi, yaitu:
1.    Bahasa sumber atau bahasa donor  adalah bahasa yang menyusup unsur-unsurnya atau sistemnya ke dalam bahasa lain;
2.    Bahasa penerima atau bahasa resipien adalah bahasa yang menerima atau yang disisipi oleh bahasa sumber;
3.    Adanya unsur bahasa yang terserap (importasi) atau unsur serapan.
Dari pengertian para ahli di atas dapat disimpulkan menjadi:
1.    Kontak bahasa menimbulkan gejala interferensi dalam tuturan dwibahasawan.
2.    Interferensi merupakan gejala penyususpan system suatu bahasa ke dalam nahasa lain.
3.    Unsur bahasa yang menyusup ke dalam struktur bahasa yang lain dapat menimbulkan dampak negatif.
4.    Interferensi merupakan gejala ujaran yang bersifat perseorangan, dan ruang geraknya dianggap sempit yang terjadi sebagai gejala parole (speech).
Contoh interferensi:
Interfernsi dalam bidang fonologi berupa penambahan fonem. Contohnya: gombong diucapkan ngGombong.
Interferensi dalam bidang morfologi berupa penyerapan afiks-afiks bahasa lain dalam pembentukan kosakata. Contohnya kepukul, bentuk benarnya terpukul.
Interferensi dalam bentuk kalimat berupa penggunaan pola struktur kalimat yang kurang tepat. Contohnya: makanan itu telah dimakan oleh saya………………makanan itu telah saya makan.
Interferensi semantik berupa:
-          Bahasa resipien menyerap konsep kultural beserta namanya dari bahasa lain. contoh : kata demokrasi, politik, revolusi yang berasal dari bahasa Yunani-Latin.
-          Campur kode adalah pemakaian dua bahasa tau lebih dengan saling memasukkan unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain secara konsisten.



Jenis interferensi
Ardiana (1940: 14) membagi interferensi menjadi lima macam, yaitu:
1.    Interferensi kultural, dalam tuturan dwibahasawan muncul unsur-unsur asing sebagai akibat usaha penutur untuk menyatakan fenomena atau pengalaman baru;
2.    Interferensi semantik adalah interferensi yang terjadi dalam penggunaan kata yang mempunyai variable dalam suatu bahasa;
3.    Interferensi leksikal, masuknya unsur leksikal bahasa pertama atau bahasa asing ke dalam bahasa kedua;
4.    Interferensi fonologis mencakup intonasi, irama penjedaan, dan artikulasi;
5.    Interferensi grammatikal meliputi interferensi morfologis, fraseologis, dan sintaksis.
Interferensi menurut Jendra (1991: 106-114) :
1.    Interferensi ditinjau dari asal unsur serapan
Interferensi antar unsur sekeluarga disebut dengan penyusupan sekeluarga (internal interference). Sedangkan penyusupan unsur bahasa yang tidak sekeluarga disebut penyusupan bukan sekeluarga (eksternal interference).
2.    Interferensi ditinjau dari arah unsur serapan
Interferensi yang timbal balik antara ketiga unsur komponennya diebut dengan interferensi produktif. Bahasa yang hanya berkedudukan sebagai bahasa sumber terhadap bahasa lain atau interferensi sepihak disebut dengan interferensi reseptif.
3.    Interferensi ditinjau dari segi perilaku
Interfernsi ini bersifat perorangan  dan dianggap sebagai gejala penyimpangan dalam kehidupan bahasa karena unsur serapan itu sesungguhnya telah ada dalam bahasa penerima.
4.    Interferensi ditinjau dari segi bidang
Bila interferensi itu sampai menimbulkan perubahan dalam sistem bahasa penerima disebut dengan interferensi sistemik.
Dennes dkk. (1994: 17) mengidentifikasi interferensi menjadi empat:
1.    Dalam peminjaman unsur bahsa yang unsur-unsur bahasanya dipinjam disebut bahasa sumber, sedangkan bahasa penerima disebut bahasa peminjam;
2.    Dalam penggantian unsur suatu bahasa dengan padanannya ke dalam bahasa lain terdapat aspek dari bahasa yang disalin ke dalam bahasa lain yang disebut dengan substitusi;
3.    Penerapan hubungan ketatabahasaan bahasa A ke dalam morfem bahasa B juga dalam kaitan tuturan bahasa B atau pengingkaran hubungan ketatabahasaan bahasa B yang tidak ada modelnya dalam bahasa A;
4.    Perubahan fungsi morfem melalui jati diri antara suatu morfem bahasa B tertentu dengan morfem bahasa A tertentu yang menimbulkan perubahan fungsi morfem bahasa B berdasarkan satu model tata bahasa A.
Jendra (1991; 108) membedakan interferensi menjadi lima aspek kebahasaan, antara lain:
1.    Interferensi fonologi;
2.    Interferensi morfologi;
3.    Interferensi sintaksis;
4.    Interferensi semantik;
-          Interferensi semantik perluasan, apabila terjadi peminjaman konsep budaya dan juga nama unsur bahasa sumber.
-          Interferensi semantik penambahan,apabila muncul bentuk baru berdampingan dengan bentuk lama, tetapi bentuk baru bergeser dari makna semula.
-          Interferensi semantik penggantian, apabila muncul makna konsep baru sebagai pengganti konsep lama.
Yusuf (1994: 71) membagi interferensi menjai empat jenis, yaitu:
1.    Interferensi bunyi, terjadi karena pemakaian bunyi satu bahasa ke dalam bahasa yang lain dalam tuturan dwibahasawan;
2.    Interferensi tata bahasa, terjadi apabila dwibahasawan mengidentifikasi morfem atau tata bahasa pertama kemudian menggunakannya dalam bahasa keduanya;
3.    Interferensi kosakata, terjadi pada kata dasar, kelompok kata ataupun frasa;
4.    Interferensi tata makna
-          Interferensi perluasan makna
-          Interferensi penambahan makna
-          Interferensi penggantian makna
Huda (1981: 17) mengidemtifikasi interferensi menjadi empat macam :
1.    Mentransfer suatu unsur bahasa ke dalam bahasa yang lain;
2.    Adanya perubahan fungsi dan kategori yang disebabkan oleh adanya pemindahan;
3.    Penerapan unsur-unsur bahasa kedua yang berbeda dengan bahasa pertama;
4.    Kurang diperhatikannya struktur bahasa kedua mengingat tidak ada ekuivalensi dalam bahasa pertama.


FaktFaktor penyebab terjadinya interferensi
Menurut Weinrich (1970: 64-65) ada beberapa factor yang menyebabkan terjadinya interferensi:
1.        Kedwibahasaan peserta tutur;
2.        Tipisnya kesetiaan pemakai bahasa penerima;
3.        Tidak cukupnya kosakata bahasa penerima;
4.        Menghilangnya kata-kata yang jarang digunakan;
5.        Kebutuhan akan sinonim;
6.        Prestise bahasa sumber dan gaya bahasa
7.        Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu;

B.       Integrasi
            Integrasi adalah penggunaan unsur bahasa lain secara sistematis seolah-olah merupakan bagian dari suatu bahasa tanpa disadari oleh pemakainya (kridalaksana 1993: 84). Salah satu proses integrasi adalah peminjaman kata dari satu bahasa ke dalam bahasa lain.
            Chair dan Agustina (1995: 168) mengacu pada pendapat Mackey, menyatakan bahwa integrasi  adalah unsur-unsur bahasa lain yang digunakan dalam bahsa tertentu dan dianggap sudah menjadi bagian dari bahasa tersebut.
            Jika suatu unsur serapan atau iterferensi sudah dicantumkan dalam kamus bahasa penerima, dapat dikatakan unsur itu sudah terintegrasi. Dalam proses integrasi unsur serapan itu telah disesuaikan dengan sistem atau kaidah bahasa penyerapnya, sehingga tidak terasa lagi keasingannya. Penyesuain bentuk integrasi tidak selamanya terjadi dengan cepat, bisa saja berlangsung agak lama. Jangka waktu penyesuaian unsur integrasi tergantung pada tiga faktor, antara lain:
1.    Persamaan dan perbedaan sistem bahasa sumber dengan bahasa penyerapnya;
2.    Unsur  serapan itu sendiri;
3.    Sikap bahasa pada penutur bahasa penyerapnya.